Archive for March 2013

Monday, March 25, 2013
Apakah seorang pendaki ketinggian ekstrim ( high altitude climber ) harus seorang yang dibesarkan di dataran tinggi? Ataupun peranakan orang gunung? Jawabanya tidak. Ed Viesturs membuktikannya. Dibesarkan di Rockland, Illinois, yang alamnya berupa dataran, dimana satu - satunya struktur yang tinggi adalah menara air. Dilahirkan th 1959, dari seorang ayah imigran asal Latvia dan ibu imigran asal Jerman.



Viesturs, mulai tertarik dunia petualangan semenjak SMA. Keinginan mendakinya tumbuh setelah membaca buku Annapurna, kisah petualangan Maurice Herzog's , seorang pendaki legendaris dari Perancis. Viesturs yang saat itu berumur 15 th meminjam buku tersebut dari perpustakaan sekolah.

Kekagumannya bukan kepada kisah tragis Herzog's yang hampir mati dan mengalami amputasi. Tetapi kepada bagaimana seseorang bisa merumuskan tujuan dan tak mengenal putus asa untuk mencapai tujuannya itu.

Petualangan sesungguhnya dimulai setelah Viesturs melanjutkan sekolahnya di Universitas Washington di Seattle, jurusan Kedokteran Hewan, th 1977. Dari jendela kamar asrama mahasiswanya dapat dilihat langsung Gunung Rainier ( 4392m ).

Maka hampir setiap akhir pekan tak peduli cuaca hujan atau cerah, Viesturs muda menyandang rangsel menghabiskan waktunya disana. Terkadang dengan menumpang mobil yang lewat. Selanjutnya dia menjadi seorang guide di Rainer Mountaineering Inc terutama saat liburan musim panas.

Setelah lulus sebagai seorang dokter hewan, th 1987, Viesturs sempat bekerja di sebuah klinik hewan milik temannya. Temannya memberikan keleluasaan untuk bekerja dan mengambil cuti untuk kegiatan mendakinya. Tetapi karena terlalu sering membolos kerja, dia dipaksa memilih :bekerja atau mendaki. Pilihanya adalah mendaki. 

Ed Viesturss adalah pendaki nomor satu di Amerika. Di majalah National Geographic Adventure dia dinobatkan sebagai Penjelajah Tahun Ini ( Adventurer of The Year 2005 ).

Pada tanggal 12 Mei 2005, Viesturs mencapai puncak prestasinya, mencapai puncak Annapurna ( 8091m ) tanpa oksigen ataupun porter. Puncak prestasinya bukannya mendaki Everest ( 8850m ), gunung tertinggi di dunia, tetapi dia telah menyelesaikan pendakian seluruh gunung berketinggian lebih dari 8000m.Yang berjumlah 14 buah.

Everest sendiri telah berhasil didaki pada tahun 1989. Bahkan Viesturs telah mendakinya 6 kali ( 3 kali tanpa tabung oksigen, dan menjadi pendaki kedua ( non sherpa ) tersering mendaki Everest setelah Pete Athans ). Dia menjadi pendaki ke 12, yang telah berhasil mendaki keseluruhan gunung 8000+ m. Dan menjadi pendaki ke 5 yang melakukannya tanpa bantuan tabung oksigen.

Pendaki yang konservatif
Viesturs, dikenal sebagai seorang yang penuh perhitungan dalam setiap pendakiannya, atau sering disebut pendaki konservatif. Dia tak segan untuk menghentikan pendakian dan memilih berbalik arah, jika dia rasakan resiko jiwa mengancam.

Baginya pendakian adalah bukan untuk orang lain, bukan untuk dikagumi orang dan bukan untuk membuktikan apapun ke orang lain, tetapi pendakian adalah untuk dirinya. Sehingga kembali dalam keadaan selamat lebih penting dari apapun.



Saat mencapai base camp nya, dia tidak peduli dianggap gagal dalam mendaki,. "Saya ingin menunjukan ke semua orang bahwa mendaki bukanlah mencari kematian, kamu dapat hidup untuk membicarakan pendakiannmu. Jika kita menjauhi hal tersebut ( kematian ), kita akan bisa meninggalkan ketidakpastian dari gunung itu sendiri. Saya ingin merubah ( kegiatan pendakian gunung ) menjadi sesuatu yang positif."

Tercatat dia gagal mendaki Gunung Everest dua kali, tahun 1987 dan 1993, pertama kali gunung ini berhasil dia daki pada tahun 1990. Tahun 2001 gagal mendaki Nanga Parbat, kembali mencoba pada tahun 2003, dan berhasil. Tahun 2000 dan 2002, gagal mendakiAnnapurna. Dan baru berhasil di tahun 2005. Kegagalan pada pendakian - pendakiannya akibat cuaca yang buruk di atas gunung.

Saat ini dia sangat puas dengan apa yang berhasil dicapainya, yaitu mendaki keseluruhan puncak, tanpa ada bagian tubuh yang teramputasi ( karena pembekuan ), dan tidak ada anggota timnya yang meninggal.

ED VIESTURS

Posted by Unknown
Terombang - ambing di Laut Arafuru dan terdampar di Pulau Tiga selama empat hari, menjadi pengalaman pertama Medina Kamil saat mulai menjadi presenter Jejak Petualang. Mungkin hal ini bisa membuat nyali siapa pun ciut. Namun, tidak begitu baginya, justru semakin merasa tertantang menyelusuri keindahan alam Indonesia.



Pengalaman sebagai presenter teve di Jejak Petualang, membuat saya  menjadi pecinta alam Indonesia sejati. Kalau ditanyakan seperti apa keindahan alam Indonesia? Spontan saya menjawab, Indonesia merupakan surganya keindahan alam. Tidak ada bandingannya.

Tempat favorit saya  adalah Papua. Belum ada yang bisa mengalahkan keindahan alam Papua. Apalagi di sana benar - benar belum terjamah banyak tangan. Hutan - hutan yang masih perawan, serta lautnya juga masih bagus.

Kalau untuk daerah eksplorasi, saya lebih suka ke daerah pantai dibanding ke gunung atau tebing. Di pantai itu banyak keindahan bawah laut yang bisa kita lihat. Ada terumbu karang dan biota laut.  Apalagi saya suka banget snorkeling dan diving. Jadi pantai adalah kesukaan pertama saya kalau jalan - jalan. Saya suka Raja AmpatWakatobi, Kepulauan Togian dan lainnya. Tapi kalau mau pergi ke pantai yang tidak terlalu jauh, pantai - pantai di Kepulauan Seribu juga masih banyak yang bagus dan bersih. 

Kalau ditanya soal suka duka menjadi presenter traveling. Saya sih lebih banyak sukanya, karena jalan - jalan gratis. Tetapi kadang - kadang juga ada dukanya. Dukanya itu kalau lagi ke suatu tempat yang bagus, tapi waktu shooting nya cuma sebentar. Jadinya tidak bisa santai dan liburan sejenak.

Apalagi kalau kebetulan bertemu penduduk yang tidak bisa diajak kerja sama.  Mau marah tidak bisa, kalau didiamin kok jadi  gondok. Ya yang kayak gitu deh yang bikin jadi bad mood. Apalagi kalau pergi ke suatu tempat terlalu lama, padahal tidak begitu banyak yang harus dikerjakan disana, kadang - kadang bosan juga.

Untuk urusan pasangan, saya memang tidak terlalu pilih - pilih banget. Yang penting pasangan saya harus pengertian. Dalam arti mengerti kesibukan dan pekerjaan saya. Saya paling nggak suka kalau lagi kerja selama berminggu - minggu terus ditanyain kenapa nggak pulang  atau telepon. Wah kalau seperti itu  bukan tipe saya deh. Untungnya pasangan saya sekarang, orangnya pengertian dan suka juga jalan - jalan seperti saya.

MEDINA KAMIL

Posted by Unknown
Usia senja kerap diidentikan dengan sosok tua renta. Namun berbeda dengan Himawan Tedjomulyono yang akrab di panggil Mbah No, Di usia 85 tahun, tak menghalanginya untuk terus mendaki gunung. Pepatah tua - tua keladi mungkin menjadi ungkapan yang pas menggambarkan Himawan.


www.belantaraindonesia.org

Tiap hari, Himawan olahraga jalan kaki. Bersama kawan dan tetangganya, setidaknya 10 kilometer ia jalani menyusuri daerah pegunungan. Acapkali ia mengajak warga sekitar terutama anak - anak untuk ikut berjalan kaki.

Selain dikenal ramah, Himawan juga selalu gemar bercanda dan selalu menggelorakan semangat pada anak muda. Sosok Himawan di mata temanya adalah lelaki yang tegas tetapi selalu memberikan inspirasi serta motivasi.



www.belantaraindonesia.org

Mendaki gunung bukan sekadar menyalurkan hobi olahraga, tetapi ada makna filosofikehidupan di baliknya. Filosofi inilah yang selalu menjadi alasan Himawan kembali mendaki gunung walau usianya lebih dari 70 tahun.

Sebanyak 29 gunung di Tanah Air telah didaki oleh Himawan dan kawan - kawannya. Petualangan Himawan mendapat pengakuan dari Museum Rekor Indonesia ( Muri ) yang mencatatkan dirinya sebagai pendaki gunung tertua di Indonesia.



www.belantaraindonesia.org

Menjaga kebugaran dan meramu makan selalu dilakukan Himawan. Di usia senja, Himawan berencana kembali mendaki Gunung Kerinci. Saat ini bukan umur yang menjadi halangan melainkan biaya. Kini dia mencari sponsor untuk membuktikan usia tua, bukanlah penghalang manusia meraih harapan dan cita - cita.


Berikut beberapa foto saya dengan mbah no ketika napak tilas 4 di batang, jawa tengah.







HIMAWAN TEJOMULYONO

Posted by Unknown
Biografi - Pemilik nama lengkap Willem Sigar Tasiam ini lahir di Pontianak, tanggal 22 Februari 1958. Willem merupakan anak tertua dari lima bersaudara dari pasangan Arnold Tasiam dan Marie Katuk, keduanya asli Manado. Willem lahir saat ayahnya sedang tugas di Kalimantan Barat, sebagai karyawan di PT PELNI. Karena itulah ia selalu berpindah mengikuti ayahnya.

Ia menamatkan pendidikannya hingga SMP, dan pernah lama tinggal di kota Purwokerto sebagai Guru Musik di YASMIN. Minatnya terhadap kegiatan pencinta alam semakin kuat mengingat tinggalnya yang sering berpindah. Begitu pula saat ia berpindah ke Jatinegara pada tahun 1971.  Sejak itu Willem mulai mendaki Gunung Gede Pangrango. Gunung Gede menurutnya sangat cocok bagi pendaki pemula karena jalurnya yang cukup enak, kemudian bisa dilanjutkan ke Gunung Pangrango yang memiliki jalur lebih sulit dengan medan tertutup.








Willem Tasiam Dipecat dari Klub

Sosok yang sangat aktif ini pernah tercatat sebagai anggota Klub Tapak. Bahkan karena terlalu aktif, ia sampai dipecat karena meninggalkan jauh senior-seniornya. Sejak itu ia jalan sendiri dan bahkan bersaing dengan mereka. Ia kurang suka dengan mendaki gunung yang biasa biasa saja.

Setelah itu ia membuat Kelompok sendiri bernama Lapas, kelompok ini tidak memiliki AD & ART sehingga lebih leluasa dalam berkegiatan dan mengajak pencinta alam lain. Dia juga tercatat dalam Wadah Pencinta Alam Jakarta yang dinaungi oleh Dewan Harian Nasional Angkatan 45 hingga sekarang.



Willem Tasiam jadi Guru Musik

Saat pindah ke Purwokerto pada tahun 1992, ia menjadi guru musik di Yasmin cabang Purwokerto. Tepatnya ia mengajar gitar klasik yang penggemarnya cukup terbatas di kalangan guru SMA, Pelajar, Mahasiswa. Kegiatan sebagai guru musik mulai surut ketika lokasi mengajar berpindah dari Jalan Merdeka ke jalan Yoso Darmo.

Pengalaman dan Pencapaian

  • Membuat rekor pendakian solo di pulau Jawa, Bali dan Sumbawa 14 Gunung dalam 20 hari tahun 2004.
  • Membuat rekor Pendakian solo di pulau Jawa, Bali dan Sumbawa 20 Gunung dalam 26 hari tahun  2005.
  • Membuat rekor pendakian solo di Pulau Jawa, Bali dan Sumbawa 23 Gunung dalam 22 hari tahun 2007.
  • Membuat rekor pendakian solo di Pulau Jawa, Bali dan Sumbawa 24 Gunung dalam 24 hari tahun 2009.
Peta Jalur Pendakian Willem Tasiam

Selain pencapaian diatas, Willem juga pernah mendaki tiga gunung selama satu hari. Hal ini memungkinkan karena letaknya berdekatan. Pada pukul 00.00 WIB, ia mendaki dari kaki Gunung Gede di Cibodas, Jawa Barat. Pukul 05.00 WIB, ia sampai di puncak, lalu turun lagi pada pukul 07.00 WIB. Setelah melewati pertigaan menuju Gunung Pangrango, Willem mencapai puncak kedua itu pada pukul 09.30 WIB. Setelah itu, ia lanjut mendaki gunung ketiga, Burangrang, dan sampai di puncak pada pukul 17.46 WIB. Semua catatan waktu ini rapi didokumentasikan dalam buku perjalanannya. 
Dan masih banyak sederet prestasi lainya. Semuanya dilakukan dengan menggunakan alat transportasi biasa tanpa dukungan SPONSOR secara penuh, namun ia tetap dibantu beberapa rekan.


Willem Tasiam di Puncak Gunung Slamet
Menurut dia, pendaki harus giat berlatih dan memahami setiap karakter gunung yang dijadikan target pendakian. Terutama jika ingin melakukan ekspedisi ke beberapa gunung. Target waktu dan orientasi harus dilakukan secara matang. Sebagai contoh kita meminta bantuan pendaki setempat untuk mendukung kecepatan trsnsportasi menuju gunung yang berikutnya. Yang ia lakukan adalah memberi tahu rencana dan jadwal pendakian pada pendaki lokal. Sehingga diharapkan mereka bisa mengajak sesama pendaki setempat untuk memberikan solusi memperpendek waktu perjalanan antar gunung. "Saya bangga dan berterimakasih karena kelompok lokal banyak membantu mengantar sampai ke lokasi pendakian berikutnya. Ibarat barang,saya diantar secara estafet kepada pendaki berikutnya”. 


Tips dari Pak Willem

Tips dari bung Willem dalam soal makanan. Ia memiliki rahasia tersendiri dalam hal ini. Tidak seperti pendaki kebanyakan yang menbawa beras atau roti, ia malah biasanya membawa kismis, sale pisang basah, dan selai kacang dalam tasnya. Menurutnya makanan ini merupakan asupan yang tepat untuk memulihkan energi. Betul juga, karena makanan tersebut termasuk mudah dicerna oleh tubuh. Ia juga biasanya membawa buah anggur atau pir hijau. kedua buah tersebut mengandung banyak air untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang.


Target Pak Willem Tasiam Selanjutnya

Diusianya yang kini 54 Tahun, ia masih memiliki keinginan untuk menbuat rekor lagi. Targetnya ialah mendaki 30 gunung dalam 28 hari, tentunya dengan tambahan beberapa gunung di Sumatra.

Bagaimana dengan anda kawan? berani mencoba? silahkan tinggalkan komentar kawan. 

WILLEM TASIAM

Posted by Unknown
Saturday, March 16, 2013

EDIT FOTO ONLINE

Posted by Unknown
Friday, March 15, 2013


Gunung Bawakaraeng berdiri dengan ketinggian 2.830m d.p.l, dan berada pada posisi 119°56′40″ BT dan 05°19′01″ LS. dan suhu minimum adalah sekitar 17°C hingga maksimum 25°C. Hutan gunung ini didominasi oleh vegetasi hutan dataran rendah, hutan pengunungan bawah dan hutan pegunungan atas. Tumbuhan yang banyak ditemui diantaranya Jenis pinus, anggrek, edelweis, paku-pakuan, pandan, cengkeh, santigi, rotan, lumut kerak dan lain sebagainya. Sedangkan untuk jenis fauna yang bisa ditemui antara lain, Anoa, babi hutan, burung pengisap madu, burung coklat paruh panjang dan lainnya. 

GUNUNG BAWAKARAENG

Posted by Unknown


Gunung Lompobattang yang tinggi puncaknya mencapai 2871 mdpl, Gunung Lompobattang  adalah tipe gunung yang tidak berapiGunung Lompobattang terletak di kabupaten gowa, Sulawesi selatan. Gunung Lompobattang seperti gunung yang lainya yang berada di sulawesi Gunung Lompobattang ini menjadi objek pendakian para KPA Atau organisasi.



Mengenai Gunung Lompobanttang
Gunung Lompobattang, Vegetasi alam jalur pendakian Gunung Lompobattang diantaranya hutan pinus, perkebunan, Hutan produksi, hutan primer, dan bebatuan, Gunung Lompobattang  sudah amat jarang di temui babi hutan dan burung-burung.


Gunung Lompobattang, jalur pendakian Gunung Lompobattang pertama kita menuju kec.tompobulu kab. gowa dan minta surat izin jalan di lembang bune. rute dari lembang bune cuma 1 jalur yang normal dan selama pendakian sampai ke puncak 8 jam waktu yang suda maksimal cepat. 
Pos I Ke Pos III melewati kawasan hutan pinus, perkebunan rakyat dan sungai kecil dengan jalan setapak, waktu tempuh 70 menit.
Pos III Ke V melewati kawasan hutan produksi dengan waktu tempuh 90 menit.
Pos V Ke Pos VII melewati kawasan hutan primer dengan waktu tempuh 60 menit.
Pos VII ke Pos IX menuruni bebatuan dan meniti pada akar kayu dengan waktu tempuh 90 menit
Pos IX merupakan tempat camp terakhir sebelum melanjutkan perjalanan ke Pos X (Top), waktu tempuh 30 menit dengan kondisi jalur menanjak dan melewati bebatuan dan akar kayu tunuk mencapai puncak Gunung Lompobattang

Mengenai Gunung Lompobanttang

GUNUNG LOMPOBATTANG

Posted by Unknown


Gunung Bulusaraung adalah salah satu Gunung di Sulawesi Selatan lokasinya berada diantara Kab. Pangkep dan Kab. Maros, tepatnya di Kec. Balocci Desa Tompobulu dengan ketinggian gunungmencapai 950 Mpdl.





Gunung Bulusaraung ini juga termaksud salah satu Gunung di Sulawesi Selatan yang banyak dikunjungi baik itu para wisatawan luar Sulawesi Selatan maupun para Pendaki Gunung. Untuk menuju ke puncak Gunung Bulusaraung hanya perlu menempuh jarak sekitar 4-5 jam dari pemberhentian terakhir atau biasanya disebut POS 0 di Desa Tompobulu.


Gunung Bulusaraung yang memiliki ketinggian 1.353 Mdpl ini walapun tidak termaksud Salah satuGunung tertinggi di Sulawesi Selatan Tetapi memiliki Jalur yang cukup menantang dan sedikit extrem apalagi saat musim hujan pastinya agak kesulitan untuk menempuh jalur sesuai waktu yang ditentukan apa lagi buat Pendaki atau wisatawan yang mendaki ke Gunung Bulusaraung untuk pertama kali.


Tetapi walapun jalurnya sedikit sulit ada beberapa Pos peristirahatan sejenak yang memiliki Pemandangan yang cukup Indah, sehingga dapat mengobati rasa lelah dalam perjalanan tadi. selain itu di Gunung Bulusaraung juga terdapat beberapa species Flora dan Fauna diantaranya Tumbuhan Rotan, Kemiri, Kelapa Serta Beberapa Tumbuhan warga yang sengaja ditanam di sekitar jalur pendakian Gunung Bulusaraung, Kera hitam (maccaca maura) Kupu – kupu (triodes holiptron), Musang (macrogolidia masenbraiki) dfan masih banyak yang laingnya.

Gunung Bulusaraung memiliki 9 pos yang sengaja di bangun oleh pemerintah setempat untuk peristrahat bagi parang wisatawan atau pendaki, jarak dari Pos ke Pos hanya membutuhkan waktu 30 Menit. Biasanya Para Pendaki jika ingin Menginap di Gunung Bulusataung ini membuat BaseCamb di Pos 9, karena jarak dari Pos 9 atau Pos terakhir sebelum Puncak hanya membutuhkan waktu 30 Menit.



 untuk sampe ke Puncak Gunung Bulusaraung, bagi para pendaki misalnya puncak adalah tujuan utama dalam kegiatan pendakian dengan melalui Jalur yang cukup Terjal dan Bebatuan Lepas. Puncak Gunung Bulusaraung ditandai dengan adanya Pemancar Radio Milik BTNBB dan tentunya Tugu atau biasanya disebut TREANGGULASI oleh Para Pendaki Gunung

GUNUNG BULUSARAUNG

Posted by Unknown
Thursday, March 14, 2013

Gunung Welirang, mungkin bukanlah gunung favorit para pendaki di Indonesia, khususnya pulau Jawa. Dibadingkan Gunung Semeru, Raung dan Argopuro, Puncak Welirang dan Arjuno tidaklah begitu mentereng dan popular. Namun lain gunung lain cerita, “Welirang-Arjuno Siji mane Cak” begitu kata orang Surabaya.

Para pendaki yang sudah berkelana kemana-mana pasti tidak akan melupakan “ sentuhan siksaan dan tanjakan ASU (anjing-nama yang baru kami berikan)” jalur menuju dua puncak ini, khususnya yang melalui jalur Tretes. “Asu Tenan” kata teman saya dari Jogja, adalah gambaran singkat, padat dan jelas mendeskripsikan jalur naik dan turun melalui Pos Tretes.


Gunung Welirang walaupun tingginya hanya 3156 mdpl, memiliki pesona tersendiri yang membuat orang menuju padanya. Walaupun lintasannya berbatu rapih dan bisa dilalau Jeep penambangjalur ini tidaklah mudah ditaklukkan. “Siapkan betis dan lutut anda baik-baik” karena jalur berbatu sepanjang 13 km dari Pet Bocor sampai Pos Pondokan telah siap mengurut kaki. Bila masuk melalui Pos Tretes, setelah mengurus perijinan (retribusi Rp. 4000 dan 1 lembar fotocopy KTP), perjalanan dimulai dengan melintasi jalur berbatu setelah pos dan jalan beraspal menuju Pet Bocor (Pipa Bocor) selama kurang lebih 45 menit. Pet Bocor bisa juga digunakan sebagai camp persiapan, karena tersedia camping ground yang cukup luas dan ada warung makan.Dari Pet Bocor inilah kisah sengsara dimulai, jalur berbatu yang tersusun rapih siap memberikan pijat refelksi bagi telapak kali.

Setelah melalaui jalan berbatu selama ± 3,5 jam, pendaki bisa menemukan pos Kop-Kopan. Disini terdapat shelter yang juga dimanfaatkan sebagai warung, mata air bersih dan camping ground. Bagi yang berniat camp dipos ini, bisa mewaspadai badai yang kadang datang tiba-tiba karena minimnya pelindung (pohon ) dipos ini dan terlampau terbuka. Dari Kop-kopan kisah sengsaranya berlanjut selama ± 4 jam melalau jalan berbatu yang mulai kurang taratur. Setelah berjalan ± 1,5 jam, sampailah ditanjakan ASU, tanjakan lurus sepanjang 300m dengan kemiringan 30®. Butuh waktu 45 melewati tanjakan ini “asu tenan !!!”. Setelah melalui tanjakan ini, bisa sedikit berlega karena setelah itu jalur menuju Pondokan tidak ada lagi jalur serupa walaupun masih harus melalui tanjakan berbatu. Waktu tempuh dari Kop-kopan menuju Pondokan ±4jam.



Di Pos Pondokan, akan ditemukan banyak gubug kecil para penambang belerang dan sumber air bersih dan camping ground. Disarankan para pendaki agar membagung camp agak berjauhan dari gubug atau setelah sumber air, selain karena banyak tikus, ada masalah sosial lainnya (walaupun aksidental) yang sering terjadi. Bagi penikmat fotografi, gubug dan aktivitas petambang bisa menjadi obyek foto yang manarik. Tapi juga perlu waspada karena kadang obyek fotonya meminta imbalan sebagai model.

Untuk menuju puncak Welirang dari Pondokan memakan waktu tempuh selama ±3,5 jam dan sebaiknya memulai perjalanan pada saat subuh. Selain menghindari terik mata hari, perjalan subuh memberikan pengalaman yang berbeda karena disuguhkan panorama kota pada malam hari, khususnya dari pelawangan. Dari tempat ini juga bisa menikmati sun rise yang tentunya obyek fotografi yang menarik. Melalui vegetasi cemara, tanaman perdu, edelweis dan jalur berbatu yang mengitari puncak, akan tersuguh pemadangan yang menakjubkan. Kabut tipis dan embun yang membias terterpa cahaya pagi hari, desiran angin dingin yang menusuk dan kerlipan lampu kota dalam rona fajar. Sebaiknya moment ini jangan dilewatkan unutk difoto, karena pencahanya naturalnya memberikan efek photo yang bagus.

Jalur kapuncak Welirang ditandai persimpangan, ke kiri menuju Dapur Belerang dan kekanan menuju Puncak. Sebelum kepuncak, sempatkan mengabadikan Gua Sriti. Gua cukup luas di dekat Puncak gunung Welirang dahulunya digunakan Belandasebagai penangkaran Kijang dan pernah dibangun sebuah villa. Terdapat batu-batu pondasi bekas pagar dan bangunan-bangunan villa serta kandang kijang. Terdapatjuga sebuah makam keramat di dekat gua tersebut yang diyakini oleh para penambang belerang sebagai makam Mbah Tedjo Geni.

Dipuncak Welirang akan tersugug panorama beberapa kawah bekas letusan, dengan tumpukan belarang dan asap mengepul dari dasar kawah. Dari puncak Welirang tanpak dari kejauhan puncak Semeru yang diselimuti awan dan puncak Arjuno serta beberapa puncak gunung lainya. Pengunjung sebaiknya melingkapi diri dengan masker/slayer basah bila berada dipuncak Welirang karena gas Belerangnya cukup tinggi, dan disarankan agar tidak beristirahat terlampau lama apa lagi tertidur karena bisa mengancam keselamatan. Puncak Welirang sebaiknya didatangi sebelum pukul tujuh pagi, karena setelah itu gas belerang dan kabut semakin pekat.

Bila memutuskan unutk turun kembali melalui jalur Tretes, turunan batu yang dilewati sebelumnya saat naik menunggu anda. Kaki anda akan dimanjakan dengan pijatan maha dahsyat, apalagi bila turun hujan yang membuat pijakan menjadi sulit. Akan terasa pos perijinan bukanya semaki dekat malan menjauh. Namun demikan dijamin cerita baru yang didapatkan akan sangan membekas dihati dan kaki. Welirang beda dengan yang lainya, karena pendaki tidak hanya disuguhi puncak namun juga pijat plus-plus. Salam Satu Bumi, Satu Hati.

Travel guide : Perlengkapan wajib: Sepatu Traking, Carier, Raincoat, Tenda, Jaket, Slayer/Masker dan logistik sesuai dengan lama waktu perjalanan. Sebaiknya membawa serta obat anti nyeri /counterpain, plaster dan perban luka. Transportasi : Dari Terminal Bungurasih,Surabaya naik bis Jurusan Malang (Patas: 15 ribu, Ekonomi : 5 ribu) turun di Terminal Pandaan. Dari Terminal Pandaan naik angkot ke Pos Tretes 5-7 ribu.

GUNUNG WELIRANG

Posted by Unknown

Palembang merupakan Ibu kota dari Sumatera Selatan, di kota ini terdapat sebuah gunung yang cukup menarik banyak pendaki Karena keindahan kawahnya.  Gunung tersebut adalah Gunung Dempo.
Gunung Dempo merupakan gunung dengan ketinggian ± 3159m dpl, yang menarik dari gunung ini selain pemandangannya yang begitu indah dengan kebun teh yang menghampar berhektar-hektar juga adalah kawahnya yang bisa berubah warna pada waktu-waktu tertentu. Warna kawahnya terkadang putih , biru atau hijau. Desa terdekat dari Gunung dempo adalah kampung ampat, desa ini memiliki keunikan, masyarakatnya hampir semuanya berasal dari suku Jawa, bahasa yang digunakan pun bahasa jawa, masyarakat yang ada sekarang merupakan keturunan dari para transmigran dari daerah Jawa, pada masanya desa ini menjadi daerah tujuan trasnmigrasi.

Tidak diperlukan ijin khusus untuk mendaki gunung ini, cukup melapor ke kepolosian setempat. Kuncen gunung ini adalah pa Anton , yang bertempat tinggal di dekat pabrik PTPN gunung dempo.
Akses menuju Gunung Dempo
Gunung Dempo secara administratif terletak Kecamatan Pagar Alam, untuk menuju kesana dari  Jakarta kita bisa langsung menggunakan travel sinar dempo, yang berkantor di kalideres. Tarifnya Rp 160.000,-/orang, waktu tempuhnya ± 21 jam,  travel ini akan mengantar kita sampai kota Lahat, dari Lahat kita lanjutkan dengan menaiki bus telaga biru , tarifnya Rp 30.000,-/orang sampai di pabrik PTPN Gunung dempo dengan waktu tempuh ± 3 jam. Dari sini kita hanya perlu berjalan kaki menuju rumah Pa Anton sekitar 100m , di rumah Pa Anton kita dapat menginap, untuk menunggu truk yang menuju kampung ampat keesokan harinya . Truk ini biasa mengangkut para karyawan PTPN ke kebun teh untuk memetik teh. Tidak ada tarif khusus yang diberikan oleh supir truk, kita cukup memberikan uang secukupnya untuk ucapan terima kasih, waktu tempuhnya ± 1 jam.


Jalur pendakian
                Dari kampung Ampat kita akan berjalan kita akan menuju pintu rimba, jalannya berupa jalan aspal berkerikil yang mengitari kebun teh. Jalannya berliku-liku , patokan menuju pintu rimba adalah plang perhutani. Dari plang tersebut kita akan mulai memasuki jalur hutan, disini jalurnya masih berupa semak-semak dan kebun teh. Waktu tempuh dari Kampung Ampat sampai pintu rimba ± 1jam.


Dari pintu Rimba perjalanan kita lanjutkan menuju shalter 1, diawal penrjalanan jalurnya berupa gorong-gorong setinggi pinggang orang dewasa, jalurnya di dominasi oleh tanah lempung, jsetelah melewari gorong-gorong kita akan bertemu jalur yang cukup ekstrem , jalurnya sudah mulai terjal dengan kemiringan ± 75° , undakannya mencapai pinggang orang dewasa. Jlaurnya di dominasi oleh tanah berakar. Waktu tempuhnya ± 1,5jam . Shalter 1 berupa tanah lapang yang cukup untuk dua tenda, disini juga kita akan menemui sumber air, yang berada ± 75 meter kearah kanan bawah jalur. Jenis vegetasi dalam perjalanan ini masih berupa pohon-pohon besar hutan tropis.
Perjalanan selanjutnya adalah menuju shalter 2 , dalam perjalanan ini kita masih disugukan oleh jalur eksterm gunung Dempo, kemiringan jalurnya masih berkisar antara 75°-80°, dominasi jalurnnya berupa akar-akaran , yang menuntut penggunaan tangan lebih aktif dan penguasaan teknik scrambling.  Waktu tempuh dari shalter 1 sampai shalter 2 ± 46 menit. Shalter 2 ini berupa tanah lapang  yang cukup untuk tiga tenda, disini terdapat sumber air di sebelah kanan jalur kearah bawah ± 50 meter. Jenis vegetasinya masih berupa pohon-pohon besar jebis hutan tropis. Baik di shalter 1 dan shalter 2 da papan penunjuk yang menandakan keberadaan shalter tersebut.
Selanjutnya kita akan menuju puncak dempo, Karakter jalur dan vegetasi dari shalter 2 menuju puncak dempo terbagi dua , pada awal pendakian   masih berupa undakan-undakan setinggi pinggang orang dewasa. Kemiringan jalunya juga masih berkisar antara 75°-80°, jenis vegetasinya berupa pohon-pohon kecil yang berlumut, teknik scrambling masih sangat dibutuhkan pada awal pendakian ini. pohon centigi juga mulai bermunculan yang menandakan kita akan sampai pada batas vegetasi, setelah melewati batas vegetasi kita akan menemukan karakter yang berbeda pada jalunya, jalurnya berupa batuan cadas dengan kemiringan juga antara 75°-80°, disini dibutuhkan konsentrasi yang sangat tinggi untuk melewati jalurnya, karena jalurnya sangat licin.  Setelah melewati batu cadas, sekitar setengah jam lagi kita akan sama[ai di puncak dempo, puncak dempo berupa tanah lapang yang masih ditumbuhi pepohonan centigi, dari puncak dempo kita melanjutkan perjalanan menuju pelataran, dibutuuhkan waktu hanya sekitar 15 menit, pelataran ini berupa alun-alin luas yang ditumbuhi pohon centigi dan beberapa tanaman endemik gunung Dempo, terdapat sumber air disini, letaknya cukup terlihat jelas karena berupa aliran sungai  kecil yang berujung pada sebuah telaga, telaga ini disebut telaga putri.
Puncak merapi merupakan puncak tertinggi Gunung Dempo , ketinggiannya ± 3159 m dpl, dari pelataran hanya dibutuhkan waktu ± 20 menit , dari sini kita dapat melihat keindahan kawah Gunung Dempo yang bisa berubah warna pada waktu-waktu tertentu, kadang air kawahnya berwarna putih, kadang hijau dan kadang biru. Waktu tempuh keseluruhan dari shalter 2 sampai puncak merapi ± 1,5 jam dengan catatan kita tidak membawa beban berat, cukup membawa snack dan perbekalan lain yang dibutuhkan.

GUNUNG DEMPO

Posted by Unknown

Kulawi terletak di pegunungan bagian selatan 17 km dari Palu. Yang dikenal dengan budayanya yang unik. Kulawi merupakan kawasan pegunungan yang dikelilingi oleh ladang padi, sayuran dan cengkih.
Akan tetapi budaya tradisional tetap berakar kokoh di masyarakat. Dan festival dilaksanakan menurut tradisi lama. Pakaian wanita Kulawi cukup menarik yang dipakai ketika upacara . Disana terdapat penginapan untuk menginap milik Pemerintah.
Musik Bambu-Orcestra Traditional merupakan kebanggaan masyarakat dataran Lindu, Kulawi dan Poso. Suku-suku tersebut berdiam di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah sebagai bagian dari khasanah kebudayaan yang saat ini masih bertahan.
Tahun 1905 di Bulu Momi terjadi perang antara masyarakat Kulawi melawan kolonial Belanda dibawah pimpinan seorang pahlawan Kulawi yaitu Towualangi yang juga disebut Taentorengke. Ketika perang berlangsung, pada pada saat itu pula kolonial Belanda mulai berkuasa di Kulawi untuk menjadikan Kulawi sebagai daerah kerajaan, maka pada tahun 1906 Kolonial Belanda mengangkat Towualangi menjadi raja Kulawi yang pertama. Dan oleh kolonial Belanda wilayah dataran Lindu masuk kedalam wilayah administrasi Kerajaan Kulawi.

Sejarah menunjukkan bahwa pada mulanya penduduk Lindu terdiri 7 pemukiman yang disebut Pitu Ngata. Dan untuk mengatur tatanan hidup masyarakat Pitu Ngata itu, adalah sebuah lembaga yang disebut Maradika Ngata yang terdiri dari empat orang lembaga dengan sebutan 1. Jogugu, 2. Kapita, 3. Pabisara dan 4. Galara. Keempat Lembaga ini berfungsi sebagai Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
Ketika kolonial Belanda berkuasa di Kulawi, maka pada tahun 1908 dataran Lindu yang terdiri dari Pitu Ngata diresetlement menjadi 3 pemukiman yaitu mejadikan :
1. Penduduk yang bermukim di Langko dan Wongkodono dikumpulkan menjadi satu di Langko.
2. Penduduk yang bermukim di Olu, Luo, Palili dikumpulkan menjadi satu tempat pemukiman di Tomado.
3. Penduduk yang bermukim di Paku Anca, dikumpulkan menjadi satu tempat pemukiman di Anca.
Untuk Mengatur tempat pemukiman baru tersebut, maka pemerintah kolonial Belanda menunjuk Lakese menjadi Kepala Kampung yang pertama di tiga tempat pemukiman baru itu, dengan tugas pokok yaitu : membangun rumah tinggal penduduk di tempat pemukiman yang baru dan membuka areal persawahan penduduk di sekitar wilayah Langko. Sesudah penunjukan kepala kampung yang pertama Lakese, sesuai tuntutan perkembangan dari ke-tiga wilayah pemukiman tersebut, berdasarkan perencanaan pemerintah kolonial Belanda maka pemukiman baru menjadi 3 desa, yaitu desa Langko, Tomado dan Anca, sebagaimana yang ada sampai sekarang ini.
Pada tahun 1960 sesuai dengan perkembangan penduduk di kecamatan Kulawi, sebagian penduduk desa Lonca dan Winatu kecamatan Kulawi diresetlemen ke wilayah bagian selatan desa Langko yang disebut Puroo. Atas kebijakan pemerintah kecamatan Kulawi pada waktu itu, sehingga memicu berbagai reaksi keras dari masyarakat Lindu karena merasa integritas wilayahnya terganggu. Masalah yang memicu keadaan pada waktu itu terjadi penembakan hewan kerbau dan sapi secara brutal yang dilakukan oleh Londora Kodu, mantan Tentara KNIL sebagai pejabat kepala kampung Langko, yang ditempatkan oleh pemerintah kecamatan Kulawi yang dijabat oleh Ibrahim Bandu B.A.
Akibat masalah tersebut diatas, maka masyarakat 3 desa itu semakin sulit dikendalikan oleh pemerintah kecamatan Kulawi sehingga masyarakat Lindu diembargo perekonomiannya oleh pemerintah kecamatan Kulawi selama 3 bulan. Akibat embargo tersebut, masyarakat Lindu mengeluarkan ancaman untuk bergabung dengan kecamatan Sigi Biromaru. Ancaman masyarakat Lindu ditanggapi dengan serius pemerintah kecamatan Kulawi dengan mencabut kembali sanksi ekonomi tersebut. Setelah keadaaan masyarakat Lindu menjadi tenang, mulai saat itu pula desa Puroo sudah menjadi satu kesatuan wilayah dataran Lindu sehingga sampai saat ini, desa-desa dataran Lindu menjadi empat desa terdiri dari : Desa Puroo, Langko, Tomado dan Anca yang disingkat dengan PLTA. Dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan ketertiban masyarakat adat Lindu, kepala desa dibantu oleh lembaga adat desa. Dan diatas lembaga masing-masing desa dibentuk Lembaga Masyarakat Adat Dataran Lindu.
Masyarakat adat Lindu telah mengenal pembagian zona pemanfaatan dan perlindungan yang ditetapkan oleh nenek moyang mereka yaitu ;
1. Suaka Ngata.
Adalah keseluruhan wilayah adat yang dibatasi puncak bulu/gunung yang disebut diatas.
2. Suaka Ntodea.
Suaka Ntodea adalah wilayah pemanfaatan yang dapat dikonversi menjadi sawah atau tempat pemukiman. Hak pemanfaatan di Suaka Ntodea dibatasi oleh hak-hak perorangan (privat individual), seperti Ombo dan ketentuan lainnya, misalnya larangan menebang pohon enau.
Lahirnya hak perorangan (privat individual) dimulai ketika seseorang membuka Pangale (hutan perawan) untuk dijadikan ladang. Dahulu masyarakat Lindu masih menggunakan sistim perladangan berotasi. Masyarakat mengelolah lahan selama dua atau tiga musim, kemudian diistirahatkan dan membuka ladang di tempat lain, misalnya membuka hutan perawan yang baru atau mengolah ladang yang telah diistirahatkan. Ladang yang diistirahatkan disebut dengan Ngura. Jika seseorang membuka pangale dan menjadikan ladang, tetapi orang itu mengurunkan pengolahannya karena sesuatu pertimbangan, maka Ladang ini sebut Taluboo. Namun tanah itu sudah merupakan milik si pembuka Pangale tersebut.
3. Suaka Nu Maradika.
Suaka Nu Maradika atau diberi nama lain yaitu Lambara adalah tempat perburuan dan melepaskan hewan ternak kerbau. Dan terdapat beberapa lambara Nu Maradika, seperti di Walatana (dekat Langko), Bulu Jara (dekat Tomado), Tongombone (dekat Olu), Kana (dekat Luo/Palili), Bamba (dekat Paku), Malapi (dekat Anca), dan Keratambe (dekat Tomado).
4. Suaka Nuwiata.
Wiata dalam bahasa Lindu berarti roh makhluk yang sudah meninggal atau makhluk “halus”. Di kalangan orang Lindu yang masih memegang teguh tradisinya terdapat kepercayaan kuat yang meyakini bahwa roh orang yang sudah meninggal dunia sebenarnya mendiami daerah-daerah tertentu. Roh itu pada waktu-waktu khusus datang ke tempat sanak keluarganya yang masih hidup. Misalnya pada saat upacara adat panen.
Dalam tradisi orang Lindu, Suaka Nu Wiata adalah wilayah konservasi yang mutlak. Di tempat ini, seseorang tidak dibolehkan masuk apalagi sampai melakukan kegiatan menebang kayu atau kegiatan yang sifatnya merusak hutan. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan memperoleh sanksi adat yang berat.
Suaka Nu Wiata tidak hanya terletak di tempat yang jauh dari pemukiman penduduk, tetapi juga terdapat di tempat yang dekat dengan perkampungan. Sehingga di tepi jalan antara desa Langko, Tomado dan Anca terdapat hutan yang cukup lebat. Hutan-hutan ini terletak jauh dari tapal batas Taman Nasional yang ditetapkan pemerintah.
Dalam wilayah Suaka Nu Wiata ini pula berdasarkan pengamatan, ternyata terdapat fokus keong. Dalam istilah kesehatan disebut penyakit Schistosomiasis. Sehingga keadaan ini patut menjadi perhatian pemerintah, dalam hal ini instansi Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala dalam upaya pemberantasan penyakit endemik Schistosomiasis dimasa mendatang.
Taman Nasional Lore Lindu ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 593/Kpts-II/19993 tanggal 5 Oktober 1993 dengan tujuan untuk melindungi areal ini yang memiliki fungsi lindung terhadap Daerah aliran sungai (DAS) Gumbasa, Palu dan Lariang.
Penetapan Taman Nasional Lore Lindu yang mencakup sebagian dari wilayah adat Lindu, sehingga dataran Lindu menjadi Enclave(Kantung penduduk di dalam kawasan yang tidak menjadi bagian dari kawasan lindung) di Taman Nasional Lore Lindu. Dari segi ekologi, penetapan sebagai Taman Nasional selayaknya disambut dengan gembira, karena kawasan itu kaya dengan keanekaragaman hayati. Daerah wilayah Taman Nasional Lore Lindu juga merupakan daerah tangkapan air untuk menyuplai sungai-sungai besar, seperti sungai Lariang yang bermuara di Mamuju, Sulawesi Selatan dan sungai Palu yang bermuara di teluk Palu, Sulawesi Tengah.
Semua desa di dataran Lindu saat ini telah memiliki dokumen KKM (Kesepakatan Konservasi Masyarakat) yang difasilitasi oleh The Nature Conservancy (TNC). KKM ini mengatur tentang pemanfaatan secara lestari dan perlindungan terhadap hutan di Taman Nasional Lore Lindu.
Pengakuan tentang masyarakat adat di Dataran Lindu. Aturan adat sangat sejalan dengan konservasi dan penduduk asli di Lindu tidak ada yang merambah hutan. Babirusa, Babi hutan, bahkan Rusa tidak kami buru dan makan, karena menurut kepercayaan setelah meninggal orang jadi rusa sehingga kami ada semacam rasa jijik untuk memakannya. Dengan datangnya pendatang seperti melalui program transmigrasi lokal tahun 1960an awal yang jadi kini desa Puro’o, atau orang Puroo yang pindah ke Kangkuro, saat itu banyak hutan yang dirambah dan satwa semacam rusa sudah susah dijumpai, padahal dulu banyak sekali. Dengan adanya KKM sekarang ini mudah bagi kami untuk memberikan pengertian bagi pendatang tentang adat dan budaya Lindu. Adanya KKM juga lebih menguatkan aturan Adat Lindu, karena wilayah KKM adalah bagian dari wana ngkiki atau suaka wiata yang harus kami jaga keberadaan dan kelestariannya demi menghormati leluhur.”

GUNUNG KULAWI

Posted by Unknown


POSTINGAN TERBARU

Copyright © Berbagi Informasi - Murian - Powered by Blogger - Designed by Murian