Posted by : Unknown Sunday, March 3, 2013



Inilah sebuah gunung yang menakjubkan sekaligus menakutkan dalam sejarah letusan gunung api di Bumi. Gunung Tambora yang kini setinggi 2.851 m dpl adalah gunung api yang masih aktif sekaligus menyodorkan panorama alam yang amat spetakuler dengan sejarah letusannya yang mendunia.
Gunung Tambora berlokasi di Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat di antara Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi selatan hingga barat laut) dan Kabupaten Bima (lereng sisi selatan hingga barat laut dan kaki hingga puncak sisi timur hingga utara).
Kawasan Gunung Tambora terbagi menjadi dua lokasi konservasi yaitu: Tambora Wildlife Reserve dengan luas 80.000 hektar dan Tambora Hunting Park seluas 30.000 hektar. Kawasan Gunung Tambora berwarna coklat diselimuti hutan lindung lebat. Perhatikan bagaimana perbedaan kontras kawasan gunung ini dengan alam sekitarnya.
Sebelum meletus pada April 1815, Gunung Tambora (Tomboro) adalah gunung api aktif tertinggi kedua setelah Puncak Jaya (Carstensz Piramid 4884 m dpl) di Papua. Sebelum meletus, Gunung Tambora memiliki ketinggian 4.300 m dpl tetapi setelah letusan dahsyat, separuh puncak gunungnya ambruk dan menyisakan ketinggian 2.851 m dpl dengan kaldera seluas 7 km, keliling 16 km, serta jarak antara puncak dengan dasar kawahnya sedalam 800 meter.
Kata ‘tambora’ menurut cerita rakyat berasal dari kata lakambore (bahasa Bima) yang artinya ‘mau kemana?’. Ada pula yang menyebutnya berasal dari dua kata yaitu ‘ta’  yang berarti mengajak dan ‘mbora’ yang artinya menghilang, kemudian maknanya diartikan sebagai ‘mengajak menghilang’.
Saat Tambora meletus, ia memuntahkan lelehan lava panas dengan batu berterbangan ke langit bersama gas mematikan yang telah menewaskan sekira 17.000 orang. Itu baru mulanya saja, berikutnya 400 juta ton gas sulfur menguasai langit hingga jauh di atas awan mencapai 27 mil tegak lurus ke strastofer. Kondisi itu telah mengubah siang hari menjadi gelap gulita. Debu tebalnya bahkan telah menyelimuti Pulau Bali dan mematikan vegetasinya.
Abu dan debu Tambora melayang dan menyebar mengelilingi dunia, menyobek lapisan tipis ozon, menetap di lapisan troposfer selama beberapa tahun kemudian turun melalui angin dan hujan ke Bumi. Hujan tanpa henti selama delapan minggu memicu epidemi tifus yang menewaskan 65.000 orang di Inggris. Letusan Gunung Tambora saat itu telah mengakibatkan karena gagal panen di China, Eropa, dan Irlandia dimana berikutnya berdampak pada kekurangan makanan bahkan memicu kerusuhan di Perancis.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menaikkan status tiga gunung api di Nusa Tenggara pada level II atau ‘waspada.’ Salah satunya adalah Gunung Tambora yang berlokasi di antara Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat.

Aktivitas Gunung Tambora terus meningkat dalam seminggu terakhir. “Awal Agustus 2011, secara visual teramati asap putih tebal setinggi 20 meter dari kawah Doro Api Toi dalam kaldera Tambora. Pada 29 Agustus 2011, terekam 14 gempa vulkanik dalam,” kata Juru Bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Nusa Tenggara Barat, Eko Bambang Sutedjo, sempat mengatakan bahwa Gunung Tambora sebetulnya telah lama tidur. Maret 2011 lalu, ia bahkan mengatakan tidak ada gelagat bahwa Tambora akan meletus.

Perkembangan terakhir terkait Gunung Tambora, kini tentu patut diwaspadai dan terus dipantau. Pasalnya, Tambora menyimpan sejarah kelam yang tak boleh diremehkan. Sejarah itu tercatat pada tanggal 11 dan 12 April 1815.

Setelah Tambora mulai bergemuruh dan ‘batuk-batuk’ sejak tanggal 5 April 1815, pada 11 April 1815 ia meletus. Getaran kibat letusannya mengguncang bumi hingga jarak ratusan mil, terasa sampai Eropa dan Amerika Utara. Jutaan ton abu dan debu memenuhi udara, mengubah siang menjadi gelap pekat.

Selama lebih dari 10 hari, Tambora mengeluarkan 24 kubil mil lava dan bebatuan gunung. Dahsyatnya letusan itu memunculkan kawah selebar 3 mil dengan kedalaman hampir 1 mil di puncak Tambora. Lelehan lava panas, batu yang beterbangan, dan gas mematikan yang keluar dari perut Tambora, menewaskan puluhan ribu orang.

Badan Geologi Amerika Serikat sampai menobatkan letusan Tambora sebagai letusan gunung yang terkuat sepanjang sejarah. Letusan Tambora bahkan 10 kali lipat lebih dahsyat dari letusan Krakatau, dan 10 ribu kali lebih besar dari letusan Gunung Eyjafjallajökull di Islandia tahun lalu yang mengacaukan lalu lintas penerbangan Eropa.

Tahun 1815 itu, seperti meriam raksasa, Tambora menyemburkan abu, debu, dan setidaknya 400 juta ton gas sulfur ke udara, hingga 27 mil tegak lurus ke strastofer, jauh di atas awan. Hal ini mengakibatkan ledakan di lapisan troposfer. Semburan Tambora bahkan menyobek lapisan tipis ozon yang melindungi bumi dari radiasi sinar matahari.

Daya tarik gravitasi yang ringan di angkasa, membuat abu dan debu Tambora melayang dan menyebar mengelilingi dunia. Debu Tambora menetap di lapisan troposfer selama beberapa tahun, sebelum turun kembali ke bumi melalui angin dan hujan.

Letusan Tambora berakibat luar biasa. Terjadi gagal panen di China, Eropa, dan Irlandia. Terjadi hujan tanpa henti selama 8 minggu di Eropa, yang memicu epidemi tifus yang menewaskan 65 ribu orang di Inggris dan Eropa. Terjadi kepalaran yang melumpuhkan Inggris dan Prancis. Kelaparan di Prancis bahkan lebih jauh lagi, menyulut kerusuhan di negeri itu.

Akibat letusan Tambora, kegelapan menyelimuti Bumi, menginspirasi novel-novel misteri legendaris seperti 'Darkness' karya Lord Byron, 'The Vampir' karya Dr. John Palidori dan 'Frankenstein' karya Mary Shelley. Mungkin tak banyak yang tahu bahwa Tambora juga ikut mengubah sejarah, saat Napoleon kalah akibat musim dingin berkepanjangan dan kelaparan pada tahun 1815 di Waterloo.

“Tahun 1815 itu, tak ada musim panas, sehingga terjadi kelaparan hebat di Eropa, kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Bencana Geologi, Surono. Tahun itu dikenal di Eropa dengan julukan ‘The Year without Summer.’ Maka, jangan lelah dengan jejak kelam Tambora.

Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo meninggal dunia saat mendaki Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat (NTB). Pria berambut gondrong tersebut hobi mendaki gunung sejak muda.
Bersama rombongan, Pak Wid, panggilan akrabnya mendaki Tambora sejak 19 April 2012 lalu dengan tema Female Trackers For Lupus.
Pak Wid diduga mengalami sesak nafas setelah sampai di dekat kawah Gunung Tambora yang berketinggian 2851 meter. Pria berumur 61 tahun tersebut tak tertolong.
Seberapa menariknya Gunung Tambora tersebut sehingga membuat seorang Wakil Menteri meluangkan waktunya untuk turut mendaki gunung?
Gunung Tambora (atau Tomboro) adalah sebuah stratovolcano aktif yang terletak di pulau Sumbawa, Indonesia. Gunung ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut, dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga utara), Provinsi Nusa Tenggara Barat, tepatnya pada 8°15' LS dan 118° BT.
Gunung ini terletak baik di sisi utara dan selatan kerak oseanik. Tambora terbentuk oleh zona subduksi di bawahnya. Hal ini meningkatkan ketinggian Tambora sampai 4.300 m[2] yang membuat gunung ini pernah menjadi salah satu puncak tertinggi di Nusantara dan mengeringkan dapur magma besar di dalam gunung ini. Perlu waktu seabad untuk mengisi kembali dapur magma tersebut.
Aktivitas vulkanik gunung berapi ini mencapai puncaknya pada bulan April tahun 1815 ketika meletus dalam skala tujuh pada Volcanic Explosivity.  
Kedahsyatan letusan Tambora setara dengan 1.000 Megaton ledakan TNT, dan hanya kalah oleh letusan mahadahsyat Gunung Toba yang mencapai skala 8 dari 8 pada indeks VEI (Volcanic Explosivity Index), lebih kurang 74.000 tahun lalu, yakni jauh pada masa pra-sejarah.
Menggeram mulai awal April, dan mulai meletus kecil sejak tanggal 5 April, puncak letusan Gunung Tambora terjadi pada 10-11 April 1815, dimulai malam hari pukul 19.00 tanggal 10, dan terus-menerus meletus hingga mengguncangkan bumi keesokan harinya pada skala 7 dari tertinggi 8 pada indeks VEI. Kekuatan ledakannya bahkan tercatat empat kali lebih besar dari letusan Gunung Krakatau tahun 1883!
Menyemburkan muatan tefrit hingga 1.6 × 1011 meter kubik, dan 100 kilometer kubik piroklastik trakiandesit dengan perkiraan massa 1,4×1014 kilogram, dentuman suara ledakannya terdengar hingga radius 2600 kilometer, mulai dari Sumatera hingga Makassar dan Ternate, sebagaimana dilaporkan menggetarkan Surabaya menurut catatan buku harian sejumlah warga Belanda, hingga menggema ke bagian barat laut benua Australia.
Letusan hebat yang bertubi-tubi menghasilkan endapan aliran piroklastik hingga 20 kilometer jauhnya, memuntahkan magma hingga 100 kilometer kubik, dan melontarkan abu dan debu vulkanik sejauh 1300 kilometer hingga Jawa Barat dan Batavia di arah barat dan Sulawesi Selatan di utara, dengan volume hingga 400 kilometer kubik, dilepaskan ke angkasa hingga menembus lapisan stratosfer pada ketinggian 44 kilometer di atas permukaan tanah.
Selain itu, getaran gempa yang mengguncang Sumbawa juga menggelegakkan samudera dan menggolakkan lautan, menimbulkan tsunami setinggi hingga 4 meter bermula dari pesisir Sanggar pada pukul 10 malam pada tanggal 10 April, menerjang pantai di Bima, dan terus bergulung-gulung hingga sejauh 1200 kilometer, menjelang tengah malam telah menghempas Besuki di Jawa Timur hingga menyapu tepian pantai Kepulauan Maluku dengan tinggi dinding air bah masih setinggi 2 meter!
Letusan Gunung Tambora juga telah memusnahkan nyaris seluruh warga dari tiga kerajaan sekaligus, yakni Kerajaan Sanggar yang berjarak 35 kilometer di sebelah timur, Kerajaan Pekat yang terletak 30 kilometer di sebelah barat, dan Kerajaan Tambora yang terletak 25 kilometer dari gunung tertinggi di pulau Sumbawa, dan pernah menjadi yang tertinggi di Indonesia.
Tercatat jumlah korban mencapai 71.000 jiwa, dan yang selamat hanya sekitar 200 jiwa saja! Sekitar 12.000 tewas secara langsung akibat letusan gunung berapi, sementara puluhan ribu sisanya menderita dampak susulan yang tak kalah mengerikan dari bencana mahapralaya tersebut, meninggal karena kelaparan, tercemarnya air minum oleh abu vulkanik, ketiadaan bahan makanan, dan terjangkiti wabah penyakit mengenaskan. Sedikitnya 38.000 orang tewas di Sumbawa dan 10.000 lainnya menyusul di Lombok.
Dalam artikel berjudul Mount Tambora in 1815: A Volcanic Eruption in Indonesia and Its Aftermaths, Bernice de Jong Boers bahkan menyebutkan bahwa letusan Gunung Tambora diduga menjadi pemicu pecahnya epidemi kolera untuk pertama kalinya ke seluruh dunia.
Lebih dari itu, letusan gunung ini menyebabkan perubahan iklim dunia. Satu tahun berikutnya (1816) sering disebut sebagai Tahun tanpa musim panas karena perubahan drastis dari cuaca Amerika Utara dan Eropa karena debu yang dihasilkan dari letusan Tambora ini. Akibat perubahan iklim yang drastis ini banyak panen yang gagal dan kematian ternak di Belahan Utara yang menyebabkan terjadinya kelaparan terburuk pada abad ke-19.
Selama penggalian arkeologi tahun 2004, tim arkeolog menemukan sisa kebudayaan yang terkubur oleh letusan tahun 1815 di kedalaman 3 meter pada endapan piroklastik.Artifak-artifak tersebut ditemukan pada posisi yang sama ketika terjadi letusan pada tahun 1815. Karena ciri-ciri yang serupa inilah, temuan tersebut sering disebut sebagai Pompeii dari timur.


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments



POSTINGAN TERBARU

Copyright © Berbagi Informasi - Murian - Powered by Blogger - Designed by Murian